header ads

Belajar ikhlas dari kakek Maskandy Maika dalam aksi doa bersama dan penggalangan dana untuk Rohingya di Masjid An-Nur Sawitan, Mungkid, Magelang.

Belum hilang ingatan kami, bagaimana militannya para Mujahid yang hadir dalam doa bersama dan penggalangan dana untuk saudara kita di Rohingya. Walaupun berbagai halangan menghadang selama dalam perjalanan menuju Masjid An-Nur Sawitan, Mungkid Kabupaten Magelang, tetapi karena niatnya hanya mengharapkan ridho Allah semata, maka semua halangan tersebut bukan jadi alasan untuk tidak hadir dalam doa bersama dan penggalangan dana untuk Rohingya di Masjid An-Nur Sawitan, Masjid Agung kebanggaan wong Magelang yang letaknya tidak jauh komplek pemerintah Kabupaten Magelang, 2 Kilometer dari Candi Borobudur.

Tercatat lebih dari 5 ribu Mujahid yang hadir di Masjid An-Nur Sawitan, shalat berjamaah, berdoa bersama dan penggalangan dana yang hasilnya akan di donasikan untuk saudara- saudara kita  Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar. Jumlah Mujahid yang hadir tapi belum sampai di Masjid An-Nur di perkirakan lebih banyak, beberapa ada yang tertahan 8 km dari Masjid An-Nur, mereka shalat Jumat di sana sambil berdoa, menyuarakan aspirasinya supaya pihak- pihak yang berkepentingan mengambil tindakan tegas terkait dengan pembantaian Muslim Rohingya.

Ada yang jalan kaki 10 kilometer ke Masjid An-Nur, Berjalan melewati pipa saluran air milik PDAM, menyeberang sungai, melewati jalan setapak yang tentunya bukan hal yang mudah untuk di lalui. Perjuangan mereka untuk sampai ke Masjid An-Nur belum apa- apa, belum sebanding dengan saudara- saudara kita di Rohingya. Mereka harus berjalan puluhan kilometer melewati berbagai rintangan, bahkan ribuan jumlahnya saudara- saudara mereka yang terbunuh karena mempertahankan akidahnya, akidah islam yang harus mereka pertahanan walaupun nyawa taruhannya.

Alhamdulillah, walaupun banyak halangan. Doa bersama dan penggalangan dana untuk saudara kita di Rohingya berjalan dengan lancar, tertib damai dan terjaga kebersihannya. Dengan peserta yang ribuan jumlahnya sampah- sampah seperti botol minuman, snack, makanan dll tidak mengotori areal masjid, sudah tertumpuk rapi di kantong- kantong sampah yang telah di sediakan, yang kemudian di ambil oleh relawan yang hadir dalam doa bersama tersebut seperti Relawan Masjid Nurussalam Muntilan, Tim BBM Magelang dan santriwati salah satu pondok pesantren di Sawitan.

Tercatat hasil donasi yang masuk ke panitia lewat berbagai alat yang di edarkan  selama acara berlangsung sebesar 220 juta rupiah. Dan dari aksi doa bersama dan penggalangan dana untuk saudara kita di Rohingya ini di hasilkan piagam Borobudur yang berisi kecaman terhadap pembantaian​ umat Islam di Rohingya serta mendorong pihak- pihak yang berkepentingan seperti pemerintah Indonesia, Dewan keamanan PBB, organisasi negara- negara islam OKI untuk lebih terlibat aktif dalam menjaga perdamaian di Rohingya.

Dalam acara doa bersama dan penggalangan dana untuk saudara kita Rohingya di Masjid An-Nur Sawitan, Mungkid, Magelang banyak kisah inspiratif yang patut kita ambil hikmahnya, sebagai suri tauladan bagi kita untuk semakin mencintai saudara- saudara kita sesama nuslim, apalagi saudara kita di Rakhine Rohingya. Selain saudara- saudara kita yang harus berjalan lewat pipa saluran air milik PDAM, melewati sungai, menembus hutan dll ada cerita menarik yang layak untuk kita ambil hikmahnya, yaitu cerita tentang keikhlasan dari Kakek Maskandy Maika.

Kakek Maskandy Maika, bukan orang yang asing lagi bagi kami tim BBM Magelang, yang juga merupakan alumni 212, selain beliau turut hadir dalam aksi bela Islam  di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Beliau juga merupakan orang tua dari Ustad Hari Indriyanto, Ketua tim BBM Magelang. Kami memanggilnya dengan sebutan kakek, seperti layaknya panggilan seorang cucu kepada kakeknya. Beliau lebih senang di panggil dengan sebutan Kakek saja daripada dengan sebutan kakek Maskandy atau Kakek Maika.

Jangan ditanya bagaimana ghirah Kakek terhadap agamanya, dalam beberapa kali aksi Bela Islam di Jakarta beliau hadir, tidak mau kalah dengan mereka yang masih muda. Dalam aksi damai Bela Rohingya atau doa bersama dan penggalangan dana ini beliau hadir pagi- pagi sekali menuju Masjid An-Nur di Sawitan.

Dalam setiap aksi yang beliau hadiri termasuk di masjid An-Nur ini adalah sebuah kamera yang tidak lepas dari tangan beliau, mengabadikan setiap momen yang terlihat, karena dalam peristiwa penting seperti ini harus di dokumentasikan untuk anak cucu kita kelak, karena sekarang ini banyak media yang memberitakan  berdasarkan​ pesanan, untuk itulah Kakek sebagai citizen jurnalis muslim punya tanggung jawab moral untuk memberitakan aksi bela Islam seperti doa bersama dan penggalangan dana untuk Rohingya ini apa adanya, tanpa ada kepentingan di dalamnya.

Kepedulian Kakek dalam dokumentasi setiap aksi bela Islam bukan hal yang aneh, mengingat beliau ini waktu mudanya adalah wartawan di salah satu perusahan pers nasional. Beliau merasa terpanggil untuk hadir, mendokumentasikan apa yang terjadi selain menyalurkan bakatnya sebagai citizen jurnalis, selain hobi melukis  yang beliau tekuni sembari berwirausaha di kediamannya di Kampung Babaran Yogyakarta.

Dalam setiap perjuangan memperjuangkan kebenaran, memberitakan yang hak tidaklah mudah, pasti akan ada halangan yang terjadi. Seperti juga yang Kakek alami, setelah pulang dari doa bersama dan penggalangan dana untuk Rohingya di Masjid An-Nur Sawitan, beliau pulang ke Yogjakarta dengan naik bus. Saat menunggu bus yang akan menghantarkan beliau ke Jogja tersebut ada sebuah mobil menghampiri, pengemudi mobil tersebut mengajak kakek untuk ikut bersama naik mobil pribadinya ke Jogja. Karena masih satu arah dengan senang hati kakek ikut dalam mobil tersebut.

Dan di dalam mobil inilah kakek harus kehilangan kamera yang selalu mendampinginya dalam setiap aksi bela Islam. Kakek di suruh turun di tengah jalan sesaat setelah mobil berjalan keluar dari Magelang, dengan alasan pengemudi ada keperluan mendadak dan tidak jadi ke Jogja. Alhamdulillah, Kakek masih diindungi oleh Allah. Beliau meyimpan dompet di celananya sehingga tidak ikut hilang dan masih bisa melanjutkan perjalanan pulang ke Yogjakarta.

Dokumentasi doa bersama dan penggalangan dana untuk Rohingya ikut hilang bersama kameranya. Kehilangan kamera dan gambar- gambar yang telah beliau dokumentasikan tidaklah membuat beliau sedih, Masih banyak yang mendokumentasikan  peristiwa di  masjid An-Nur selain  kakek, Jangan hanya kehilangan kamera membuat kita takut untuk berjuang mendokumentasikan kebenaran tutur beliau sambil tersenyum, Saudara kita di Rohingya nyawa hilang demi mempertahankan sebuah kebenaran.

Kalau Kakek Maskandy aja yang sudah sepuh berani, Mengapa kita yang masih muda tidak?
Apa- apa yang kita perjuangkan di jalan Allah akan di ganti dengan yang lebih baik. Insya Allah....